Rabu, 30 Desember 2009

Qishoh...

1. Sejarah Berdiri dan Keberlangsungan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo

Pada pertengahan abad ke-18 di desa Mlokorejo berdiri sebuah tempat yang dijadikan sebagai pusat pembelajaran al-qur’an dan kajian daftar ilmu agama Islam lainnya tempat ini didirikan oleh penyiar agama Islam yang bernama KH. Harun bersama istrinya Ny. Hj. Khodijah salah seorang pedagang dari Madura, KH. Harun mempunyai tiga orang putra dan satu putri, putri KH. Harun bernama Habibah yang dikenal dengan Ny. Hj. Maimunah dan di kemudian hari di nikahkan dengan pemuda yang bernama Hasyim atau KH. Irsyad hasyim salah santru santri Syaikhona KH. Moch. Kholil Bangkalan dengan bekal ilmu pengetahuan, kepandaian dan keistiqomahannya KH. Irsyad hasyim terus berupaya mengembangkan tempat pengajian tersebut hingga terwujud sebuah pesantren, pasangan KH. Irsyad hasyim dan Ny. Hj. Maimunah mempunyai tujuh orang putra yaitu Ny. Hj. Hamidah Hasyim, Moch. Kholil beliyau wafat muda, KH. Hasan Basri Hasyim, KH. Khotib Hasyim, Ny. Hj. Khoiriyah Hasyim, KH. Abdul karim Hasyim dan Ny Hj. Juwariah Hasyim. Setelah salah satu putri KH. Irsyad Hasyim yang bernama Ny. Hj. Hamidah Hasyim menikah kepemimpinan pesantren ini diserahkan kepada menantu beliau yang bernama KH. Hj. Abdullah Yaqien alumni PP. Darul Ulum Banyu Anyar dan PP. Al Wafa Tempurejo seiring dengan bertambahnya para santri dan semakin banyaknya santri yang berminat untuk menetap, pada tahun 1940 atas saran KH. Ali Wafa Tempurejo (pengasuh PP. Al Wafa Temporejo).

KH. Abdullah Yaqien memberi nama pesantren dengan nama pondok pesantren Bustanul Ulum, dalam rangka turut berpartisipasi mencerdaskan anak bangsa dan adanya angapan bahwa seorang santri juga harus memahami berbagai ilmu, pada tahun 1950 Pondok Pesantren Bustanul Ulum membuka sekolah formal. Sekolah formal tersebut dibuka dari lembaga yang paling rendah yaitu roudatul Atfal sampai lembaga tinggi pada saat itu yaitu Pendidikan Guru Agama (PGA) setelah berbagai lembaga formal didirikan pada tahun 1956 KH. Abdullah Yaqien mendirikan Yayasan Wakaf Pendidikan Islam (YWPI). Pendirian yayasan ini dimaksudkan untuk memayungi berbagai lembaga formal dan non-formal kemudian turut bergabung dengan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo. Sejak didirikannya Yayasan Wakaf Pendidikan Islam (YWPI) perjalanan Pondok Pesantren Bustanul Ulum semakin berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan dibukanya beberapa cabang madrasah atau sekolah dan persantren di luar pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo. Sebagai Ketua Yayasan KH. Abdullah Yaqien berkeinginan agar yayasan tidak hanya mengurusi masalah diberbagai Pendidikan .Tetapi, juga turut berkiprah dan mensejahterakan masyarakat khususnya masyarakat disekitar pesantren. Pada tahun 1979 Yayasan Wakaf Pendidikan Islam (YWPI) dirubah atau disempurnakan menjadi Yayasan Wakaf Sosial Pendidikan Islam (YWSPI) dengan akta pendirian nomor 35 tanggal 14 Maret 1979.[1]

Pada tahun 1988, KH. Abdullah Yaqien kesehatannya sudah mulai terganggu sebab senjanya usia beliau sehingga pucuk kepemimpinan dipegang Oleh KH. Syamsul Arifin Abdullah (putra pertama beliau) yang telah tuntas menyelesaikan jenjang pendidikan di Umm Qura Mekkah dengan bimbingan halaqah mudarris Masjidil Haram dibawah asuhan ulama` terkemuka pada zamannya seperti: Sayyid Muhammad bin Alawi, Syekh Ismail Zain Al-yamani, Syekh Abdullah Dardum dan Masyaikh madrasah Shalutiyah[2]

Maka pada tahun 1989 lembaga pendidikan Formal di lingkungan Pondok pesantren Bustanul Ulum di non-aktifkan. Hal ini sangat tepat mengingat saat itu lembaga pendidikan formal kurang maksimal karena kurang tersedianya sumber daya manusia yang memadai. KH. Syamsul Arifin Abdullah memutuskan untuk mengembalikan pesantren ini pada bidang salafiyah dengan harapan para santri menjdai generasi yang tafaqquh fi addin yaitu generasi yang menjalani kehidupan sesuai dengan syariat Islam. Seiring dengan berkembang zaman dan pembelajaran non-formal saja belum cukup. Para sesepuh, pengurus dan wali santri mengaharapkan agar di lingkungan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo didirikan kembali sekolah formal. Setelah melalui proses musyawarah yang panjang akhirnya pada tahun 2000 SMP Plus Bustanul Ulum didirikan. Melihat keberminatan santri yang semakin tingggi terhadap ilmu formal, tiga tahun kemudian didirikanlah SMA Sultan Agung Filial Mlokorejo yang dua tahun kemudian berganti nama menjadi SMA Plus Busatanul Ulum pada awal 2007. Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo bekerja sama dengan Universitas Islam Jember (UIJ) untuk membuka kelas filial di lingkungan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo.


2. Sistem dan Dinamika Pendidikan Di Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo

Pada awal sistem pendidikan yang diajarkan, para pengajar di PP. Bustanul Ulum mengunakan paradigma lama yaitu sorogan yang berupa halaqah di mushalla sesuai dengan tren mode education saat itu, serta pengaruh dari pesantren tempat belajar para pendiri pesantren. Namun, seiring berputarnya roda perkembangan zaman yang menuntut agar setiap insan memiliki dua aspek ilmu yaitu ilmu duniawi yang memberikan gambaran tentang kesuksesan hidup dan ilmu ukhrawi yang lapangan operasi efeknya mencakup pada kehidupan setelah kematian. Maka Pondok Pesantren Bustanul Ulum menggelar pendidikan formal dan non-formal yang terdiri dari[3] :

· LEMBAGA NON FORMAL

- TPQ Bustanul Ulum (Khusus Anak Dari Luar Pesantren)

- Madrasatul Qur’an Al-Lailiyah

- Madrasah Ibtidaiyah (Ula)

- Madrasah Tsanawiyah (Wustho)

- Madrasah Aliyah (Ulya)

- Tahassus Pesantren

- Halaqah Kitab Kuning


· LEMBAGA FORMAL

- R.A Al Musthafa

- MI Bustanul Ulum (Terakreditasi B)

- Smp Plus Bustanul Ulum (Terakreditasi A)

- Sma Plus Bustanul Ulum (Terakreditasi A)

- Universitas Islam Jember filial Mlokorejo dengan dua jurusan, yaitu Bahasa Inggris dan

Matematika

Sebutan bagi santri yang sudah mengenyam pendidikan perguruan tinggi adalah mahasantri, yang mayoritas meneruskan di Universitas Islam Jember kelas filial Mlokorejo, UNEJ, STAIN Jember, UNMUH Jember, UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, UNJ, UIN Sunan Kalijaga, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, UNAIR, UNESA, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Jami`ah Al – Ahqaff Hadramaut Yaman bahkan juga pada perguruan tinggi tertua Universitas Al – Azhar Cairo Mesir.

3. Peranan Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Politik Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo

· Sosial[4]

Telah kita ketahui, bahwa Pondok Pesantren Bustanul Ulum ini berada dibawah naungan yayasan wakaf sosial pendidikan Islam atau yang lebih akrab dikenal YWSPI. Jadi peranan sosial yang ada dalam lembaga maupun pribadi masyayikh tercurahkan pada yayasan dengan bentuk bermacam – macam. Salah satunya adalah diadakannya ijtima` masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar area pesantren dan para alumni serta elemen masyarakat yang peduli setiap bulan sekali dalam rangka silaturrahim dengan pengasuh sebagai cermin hubungan sosial yang kuat serta setiap minggu bagi kaum muslimat.

Peran sosial yang tampak juga bisa dilihat dari organisasi ekstra pesantren yang senantiasa melakukan bakti sosial kepada masyarakat, seperti :

- IKABU (Ikatan Keluarga dan Alumni Bustanul Ulum), dengan program kerja membangun kemajuan masyarakat desa masing masing komisariat desa, baik dari ahwal maupun yang lain – lain.

- FKSBU (Forum Komunikasi Santri Bustanul Ulum), yang setiap tahun sekali mengadakan pengajian umum disetiap daerah asal santri dengan mengundang masyayikh pondok pesantren bustanul ulum.

- Markaz lughatain (Pusat studi bahasa Arab dan Inggris), lembaga yang selalu siap mempresentasikan bahasa asing disekolah – sekolah dengan tajuk memarakkan pendidikan. Sehingga melahirkan terangsangnya sekolah yang dikunjungi memasukkan para tamatan terbaiknya ke pondok pesantren bustanul ulum.

· Ekonomi[5]

Sebagai lembaga besar yang memiliki tanggung jawab besar, baik dari segi sarana dan prasarana. Maka pondok pesantren yang pernah dikunjungi oleh tokoh – tokoh Nasional maupun Internasional ( seperti: Dr. M. Natsir, Jendral Basofi Sudirman, Letjen Rahmat Kertakusuma, Prof. Dr. Syarif Thayyib, Muhid Muzadi, Syeikh Ismail Az zain Al yamani, Syekh Muhammad Dardum hingga Sulthanul Ilm al Habib Salim bin Abdullah As – Syathiri Hadramaut). Ini tentunya memiliki sumber dana yang diharuskan cukup memenuhi biaya operasional dan pemasukan. Maka sampai saat ini ada beberapa bentuk bisnis yang dilakukan diantaranya adalah:


- Perikanan

Terdiri dari ternak ikan Gurami, Mujair, Lele dan Nila

- Pertokoan

Mencakup koprasi pusat, kantin makanan, warnet dan wartel

- Pertanian

Mengikuti arus musim, seperti padi, jagung, dan melon

- Pengembangan aneka bibit bunga

- Jati garden area

· Budaya[6]

Ada beberapa budaya menarik, yaitu setiap kali berpapasan dengan muallim maka mayoritas santri maupun masyarakat akan bersalaman dengan sang guru. Konon, budaya ini merupakan pelestarian dari budaya yang dilakukan oleh para sahabat terhadap Nabi Muhammad SAW. selain itu ada juga budaya terlalu berlebihan dalam memberikan ta`dzim bahkan sampai menundukkan kepala ketika melihat keluarga dalem. Hal ini disebabkan budaya masyarakat masih terkontaminasi budaya hindu – budha, karena diyakini keluarga besar pondok pesantren bustanul ulum ini masih mempunyai garis keturunan dengan kerabat Majapahit jika dilihat dari garis keturunan KH. Abdullah Yaqien sampai bertemu pada pangeran Batu Putih Sumenep, sedangkan dari garis keturunan Ny. Hj. Karimah Aschal keluarga besar pondok pesantren bustanul ulum ini sampai pada Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan hingga ke Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati.


· Politik[7]

Sampai saat ini Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo merupakan salah satu lembaga yang tidak begitu menggubris ke arena politik karena dinilai terlalu merugikan beberapa pihak.

Padahal jika dilihat dari sesepuhnya, pesantren ini memiliki posisi strategis jika berpartisipasi ke ranah politik (sebab dulu, KH. Abdullah Yaqien adalah salah satu anggota penasehat syari`ah Masyumi namun KH. Syamsul Arifin Abdullah tidak tertarik pada dunia politik yang cenderung menipu, sedangkan mertua beliau KHS. Abdullah Schal adalah tokoh kharismatik NU bahkan termasuk salah satu dari tim 17 pendiri PKNU)

4. Analisa Buku Wajib

Berikut skema buku wajib dari semua marhalah (jenjang pendidikan)

- Ibtida`iyah

Ahlaq lil banin / lil banat Hadis budi luhur

Hadis Arba`in li an nawawi Aqidatul awam

Safinatunnajah Amtsilatuttashrif

Tariekh islam juz I – 4 Jurmiyah

Imrithi Kailani

Maqsud Ta`limul muta`allim

Fathul qarib Risalatul mustaihadzah

- Tsanawiyah

Husnussiyaghah Sullamul munawwaraq

Kifayatul akhyar Assullam

Bulughul maram Rubu`

Alfiyah ibnu malik Alfiyah ibnu aqil


Ainul yaqien Attibyan

Riayadusshalihin Sullamuttaufiq

Nasaihuddiniyah Durratunnashihin

- Aliyah

Pendalaman terhadap kitab – kitab :

Ihya` ulumuddin Alfiyah ibnu malik

Maqsud Ainul yaqien

Kifayatul akhyar Bidayatul mujtahid

Sedangkan bagi siswa pendidikan formal selain buku – buku kurikulum departemen pendidikan nasional yang di gabung dengan metode ala Timur Tengah, area pendidikan agamanya mengikuti kelas masing – masing pada tingkat non-formal atau sering pula disebut diniyah.



[1]www.Jarjissalman.wordpress.com

[2] Abdullah Hakam Shah, Kyai Abdullah Yaqien Dalam Kenangan, (Jember:PP.Bustanul Ulum, 1997) Halaman 35

[3] www.mlokorejo.blogspot.com

[4] Wawancara dengan alumni pondok pesantren bustanul ulum

[5] Tim penyusun, Informasi Perkembangan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo tahun 2005 – 2006 , (Jember: PP. Bustanul Ulum, 2005) Hal. 3

[6] Wawancara dengan salah satu keluarga besar pondok pesantren bustanul ulum Mlokorejo

[7] Ibid